Sabtu, 13 Agustus 2011

Erwin Rommel


Apakah yang terpenting untuk tiap-tiap profesi? Profesionalisme. Jelas banget. Tapi apa itu profesionalisme? Marilah kita membahas itu.

Untuk tiap-tiap profesi tentunya ada unsur khasnya masing-masing. Walau begitu, kalau kita renungkan dengan baik-baik, ada benang merah yang sama untuk profesionalisme di tiap-tiap profesi. Terkait hal itu,.. mungkin menarik kita ikuti kisah seorang Erwin Rommel di bawah ini.


Erwin Rommel, Sang Musang Gurun, the desert fox, adalah pahlawan bagi orang Jerman selama perang dunia kedua (dan posisi ini 'diperkuat' oleh orang-orang blok barat selama perang dingin melawan blok timur). Dia dicitrakan sebagai tentara yang tidak berpolitik, dan penempur jenius, seorang profesional di bidangnya.


Di masa muda, Rommel sempat membuat glider bersama teman-temannya. Punya jiwa penemu. Ayahnya kepala sekolah yang galak, yang lantas memberinya pilihan karir cuma dua: jadi guru atau jadi tentara. Rommel memilih jadi tentara. Bukan disebabkan karena gaji guru kelewat rendah. Ini di Jerman, bukan Indonesia. Tahun 1911, Rommel menjadi perwira infanteri di Danzig (dibaca 'dan-cih' barangkali ya?) yang kemudian menjadi bagian dari Polandia.
Di Danzig dia jatuh hati pada Lucie Mollin, keluarga kelas menengah terpandang keturunan Polandia, yang seumur dengannya. Namun, dia juga punya affair dengan tukang buah belasan tahun, Walburga Stemmer, yang tinggal dekat garnisun Rommel. Ada affairnya gini biasanya seru kalo dibikin filem. Ta'uk deh, ada filem Rommel yang 'manusiawi' atau enggak? Saya nggak pernah nonton. Yang jelas, dalam standar barat, seorang profesional tetap profesional apapun kehidupan pribadinya.

Dari affairnya, Walburga melahirkan Gertrud. Rommel sempat mau keluar dari ketentaraan demi Walburga dan anaknya itu. Namun segala janji mesti diingkari. Atas tekanan keluarganya, Rommel akhirnya dibujuk untuk mengawini Lucie Mollin yang lebih terpandang, yang lebih setara status sosialnya, dan tidak jadi keluar dari dinas militer. Akhirnya, Rommel menuruti keinginan keluarganya. Lagi pula, tahun 1914 itu, di jaman perang dunia pertama, bagaimana mungkin seorang Rommel bisa keluar dari ketentaraan pada masa perang besar seperti itu? Profesionalisme sebagai tentara tetap (terpaksa?) dijaga.

Walau ditinggal, Walburga mulanya yakin Rommel akan kembali padanya bila tidak punya anak dari Lucie. Eh, tapi rejeki sudah ada yang ngatur. Lucie melahirkan Manfred. Bunuh dirilah Walburga, tapi Gertrud putrinya terus menjalin silaturahmi. Surat-suratan terus, dan bahkan membuatkan syal yang sering dipakai Rommel di medan tempur. Sampai kemudian surat-surat dan foto-foto mereka diungkapkan tahun 2000-an, yaitu pasca kematian Gertrude, Gertrude ini selalu dikenal sebagai sepupu oleh anak-anak Erwin Rommel dari Lucie.
Kembali ke Rommel, sebagai tentara, dia dikenal cerdas dan pemberani, agak congkak juga. Pada perang dunia pertama, 1914, beberapa kali Rommel memimpin tim penyerang, menerobos titik terlemah dan menyebabkan kesimpangsiuran di kalangan musuhnya. Dari situ dia dianugerahi iron-cross, medali tertinggi Jerman. Tapi toh akhirnya Jerman kalah perang karena dikepung dari segala penjuru.

Setelah Jerman dipermalukan 1918, Rommel terlunta-lunta sampai munculnya Hitler 1933. Sebagai profesional, dia menolak bergabung dengan Truppenamt (staf umum ketentaraan bayangan) yang terlarang berdasarkan perjanjian Versailles (tapi diandalkan Jerman untuk masa depan), dan tetap menjadi perwira jalanan biasa.
Tahun 1937 Rommel menerbitkan buku: "The Infantery Attacks" (kalau dibahasainggriskan), yaitu sebuah buku yang menggambarkan pengalaman tempurnya. Buku itu amat mengesankan Hitler dan lantas Rommel dijadikan pengawal andalan Hitler untuk beberapa lama.

Lalu Jerman menginvasi Polandia. Perang Eropa pecah. Bisul juga pecah. Saat parade kemenangan di Warsawa, Rommel jejer dengan Hitler di podium. Dan Hitler menawarkan kepadanya: Silakan saja Rommel memilih, ingin mengomandani apa! Lalu Rommel memilih jadi komandan divisi tank panser.
Saat itu, banyak yang menentangnya. Para senior tahu persis bahwa Rommel tidak pernah pegang pasukan panser. Tapi, karena kedekatannya dengan Hitler, tetap jadilah Rommel komandan pasukan tank. Di situlah, Rommel mulai 'bertransformasi'. Profesional sejati mesti begitu, dari waktu ke waktu, mesti bisa, cepat adaptasi dan transformasi. Nggak semua bisa kan?

Pasukan tank Rommel ini adalah divisi yang paling gila. Kemajuannya paling cepat. Dia bahkan lebih bablas dari Guderian yang ahli tank beneran. Demikian pesatnya dia maju, sampai-sampai divisinya dijuluki divisi hantu. Tidak cuma musuh atau sejawat yang kehilangan jejak, bahkan markas besarnya sering tidak tahu! Ini gila. Bagaimana mungkin keberadaan satu divisi, divisi tank pulak, sampai tidak diketahui oleh markas besarnya? Tapi itu nyata.
Dia kreatif juga. Saat dihujani tembakan artileri dan sniper di Belgia, dan tidak punya bom asap, Rommel memerintahkan rumah-rumah dibakar untuk menimbulkan asap tebal yang menutupi gerakan pasukannya. Lalu, saat divisinya kehabisan logistik, untuk menyeberangkan tank-tanknya dia 'mengerjai' divisi lain.
Dalam duel divisi tank dengan Inggris di Belgia, Rommel kemudian menyadari bahwa daya tembaknya kalah, dan lapis baja Inggris juga lebih tebal dari tank Jerman, tapi dengan cepat dia lantas memfungsikan Flak 88, yang mestinya senapan anti pesawat udara, menjadi senapan anti tank secara efisien, dan bahkan dia secara pribadi sempat memberikan aba-aba tembakannya.

Di kalangan anak buah, dia dikenal cukup demokratis. Para perwira bawahan sering dibiarkan mengkritik ide-idenya. Walau begitu, anak buah yang tidak becus, atau bekerja tidak cukup keras, langsung digencet atau digusur olehnya. Ini ada plus-minusnya. Dengan pola ini, di bawah arahan Rommel, bahkan tentara Itali yang semula dianggap enteng oleh Inggris bisa jadi unit-unit pasukan yang sama mematikannya dengan tentara Jerman.
Februari 1941, setelah sukses menggulung Perancis, Rommel dikirim ke Afrika Utara, dan memimpin Afrika Korps. Di sana, Rommel membukukan serangkaian kemenangan mencengangkan dan puncaknya saat dia mengambil alih Tobruk Juni 1942. Di situlah dia mendapat julukan sebagai Rubah Gurun atau Musang Gurun, The Desert Fox, dan di Inggris foto-fotonya disebarkan sebagai 'orang yang amat berbahaya'.

Dengan gogel/masker, mantel kulit, syal, dan medali, foto Rommel disebarkan juga di seantero Jerman dan daerah pendudukan sebagai seorang ksatria dan muncul di banyak filem propaganda. Tapi persandian Jerman bocor. Saat Rommel liburan, Inggris menyerang Afrika Korps habis-habisan di El Alamein. Walau Rommel cepat-cepat pulang, tetap saja Jerman-Italia kalah. Walau begitu, faktanya, Afrika Korps itu terkalahkan oleh musuh yang berlipatganda ukuran dan pasukannya; dan andaikan musuhnya setara, Afrika Korps tidak akan kalah. Musuhnya, Montgomery amat paham soal itu. Jadi dia menunggu sampai 'ukuran' Inggris berlipat ganda, baru menyerang.

Jerman kalah, tapi bahkan taktik mundur Rommel dipuji-puji. Mereka menerapkan taktik bumi hangus dan penggelaran jebakan booby traps tiada henti yang mematikan. Sedangkan gerakan mundur itu sendiri, sebenarnya bertentangan dengan perintah Hitler. Seperti di Stalingrad, Afrika Korps diperintah Hitler tidak mundur selangkah pun, tapi Rommel nekat menawar paksa perintah ini. Ini juga menunjukkan profesionalismenya sebagai jenderal sejati.
Di sisi lain, tanpa kenakalan yang seperti itu, pasukan Paulus yang mengepung Stalingrad, ujungnya seratus ribu orang lebih tertawan Rusia, dan itu adalah penyerahan tentara Jerman yang terbesar dan terkonyol sepanjang sejarah.
Kalah di Afrika karena dikeroyok habis-habisan oleh pasukan yang lebih besar, Inggris, persemakmuran, Perancis, dan Amerika,... lalu Rommel dipanggil pulang. Demikian menggentarkan namanya, sehingga kepulangannya pun dirahasiakan. Dan berminggu-minggu setelah dia pulang, perintah-perintah komando di Afrika masih sering menggunakan namanya, seolah-olah Rommel masih ada di situ.

Di Jerman, Rommel tetap populer. Afrika Korps melegenda. Dengan dukungan laut dan udara yang compang-camping, 5 divisi panser ringan Jerman (kemudian jadi 6, dan didukung oleh tentara kolonial Itali yang kacangan), berhasil mengikat dua puluh sekian divisi Inggris selama dua tahun (ie. setara 50% kekuatan total angkatan darat Inggris).
Ibaratnya, main bola, tim Rommel cuma diperkuat 6 pemain kurus-kurus, plus beberapa anak kecil; tim Inggris pasukannya 22 orang, gempal-gempal, didukung penonton, didukung wasit, didukung hakim garis. Tapi,... posisi tetap 2-2, dua sama sampai menit terakhir. Injury time, baru tim Inggris menang 3-2. Di catatan sejarah, Rommel yang dipuji-puji, bukan Inggris.

Tahun 1943, Hitler lantas menugasinya mengatur pertahanan pantai Perancis. Rommel dapat satu bintang tambahan, jadi jenderal bintang lima, GFM (general field-marshall kalo diinggriskan). Lalu Rommel membuat 'benteng Eropa' sepanjang pantai Perancis bagian utara. Di situ, Rommel menyusur pantai berhari-hari, dan jauh sebelum Eisenhower membuat keputusan, Rommel sudah bisa memperkirakan bahwa di pantai Normandia itulah sekutu akan mendarat. Dan perkiraan dia benar. Dengan bakatnya sebagai seorang inventor, dia mendesain berbagai macam penghalang anti invasi di pantai, mulai dari jebakan tank, ranjau dari berbagai jenisnya, meriam-meriam pantai raksasa, dan seterusnya sepanjang 'benteng Eropa' itu. Uniknya, kalau dirunut ke Belakang, yang merebut Normandia dari tangan Perancis pada tahun 1940, tidak lain adalah Rommel juga!

Ironisnya lagi, pendaratan Normandia, 4 Juni 1944, terjadinya lagi-lagi pas Rommel liburan, merayakan ulang tahun Lucie istrinya yang ke-50. Hari pendaratan sama dengan hari ulang tahun sang istri. Cepat-cepat Rommel balik ke garis depan. Di Caen, dia nangkring di atas lapis baja berusaha keras membendung invasi. Gagal, karena musuhnya amat berlipat ganda, tapi sekali lagi, Rommel membuktikan keberaniannya. Bayangin, seorang GFM (General-Field-Marshall, jenderal bintang lima), setengah baya, maju tempur di atas tank bukan dalam keadaan menang, tapi dalam keadaan terdesak. Attitude-nya menunjukkan dia seorang pemimpin profesional yang sejati. Kalau dipikir, bintang lima seperti dia, gampang sekali bilang bahwa demi bangsa dan negara, demi kepentingan yang lebih besar, dia mesti mundur ke tempat yang aman di Berlin kek, di Berland kek, dimanapun dia suka. But he didn't do it.
Sementara, di sekitar kita, kita banyak melihat orang yang berbuat sebaliknya. Pangkat sih tinggi, jabatan mentereng, tapi begitu ada krisis, sifat acuh tak acuhnya, cari selamet sendiri, dan seterusnya kelakuan mereka tidak lebih dari pengecut kebanyakan. Panjang lagi ini ceritanya.

Kita balik lagi ke Rommel aja. Selagi bergerak mundur, mobil Rommel diberondong senapan mesin dari pesawat terbang musuh, dan Rommel jengkelitan (untuk yang ketiga kalinya) mengalami luka tempur yang berat, kali ini di kepala, dan dia dipulangkan ke rumah dalam duka cita. Toh keberaniannya tampil di garis depan membuat semangat juang orang-orang Jerman secara keseluruhannya tetap tinggi walau didesak oleh nyaris delapan juta tentara musuh. Seperti kata pepatah: guru kencing berdiri, murid lari terkencing-kencing. Andai tidak ada Rommel dan pemimpin-pemimpin yang seperti itu, mungkin Jerman di Eropa itu bisa digulung jauh lebih cepat lagi, dan tidak usah menunggu sampai setahun kemudian.

Cerita berlanjut. Juli 1944, sekelompok perwira tentara berusaha membunuh Hitler, dan gagal, dan walaupun buktinya lemah, Rommel termasuk yang didakwa ikut berkomplot. Oleh Hitler dia diultimatum: bunuh diri suka rela dan diperlakukan sebagai pahlawan; atau dia menerima diadili, dianiaya, dan keluarganya pun akan tersiksa selamanya. Ini puncak ironi dari hidup Rommel.
Dia sudah berjasa, mandi darah, mandi keringat demi Jerman. Bukan sehari dua hari, tapi bertahun-tahun. Sampai ke tempat paling nggak enak di dunia di gurun Afrika, padang salju Eropa, kemana-mana. Bukannya di-reward atas segala jasa, ujungnya malah dianiaya atas tuduhan seperti itu. Bisa dibayangkan betapa menyakitkannya hal ini untuk Rommel dan segenap handai taulannya, tapi itulah hidup. Orang yang sudah berlaku profesional, se-profesional mungkin, tidak dijamin juga akan direward dengan selayaknya. Hidup ini kadang tidak adil, bukan?
Karena situasinya sudah begitu rupa, Rommel yang terjepit pada akhirnya memilih opsi bunuh diri sukarela dengan pil sianida. Begitulah akhir riwayatnya yang tragis. Fakta ini terungkap belakangan saat seorang petinggi Jerman (ie. Keitel) bersaksi di pengadilan Nuremberg.

Tentu saja, secara umum Rommel bukanlah orang suci, yang rajin menabung dan tidak sombong. Pertama urusan affairnya tadi itu, kalo mau dibahas juga panjang. Lalu, sebagai tentara,... Erwin Rommel banyak menyisakan kontroversi juga. Menjadi tentara nazi, itu saja sudah kontroversial, tapi Erwin Rommel, jauh lebih kontroversial dari sekedar tentara Jerman kebanyakan. Tapi, dia punya kepandaian, ketajaman berpikir, persistensi, maju dan maju terus, dan dia punya keberanian. Punya idealisme juga.
Waktu terus berlalu.... Dengan segala kelebihan dan kekurangan itu, bersamaan dengan kematian Hitler dan berakhirnya perang, blok barat perlu tentara Jerman (barat) yang cukup kuat untuk menahan pengaruh Rusia (selama perang dingin). Lalu dimitoskanlah Rommel itu, sebagai seorang Jerman yang baik, dan tentara yang tidak berpolitik. Tidak sepenuhnya berdasarkan fakta, tapi kalau tidak Rommel, siapa lagi? Rommel yang paling pas dengan standar barat. Ujung-ujungnya, kemudian berdirilah Museum Rommel di Jerman, satu-satunya museum yang dibuat untuk perwira tentara Hitler yang ada di dunia ini. Luar biasa bukan?

Secara objektif, dia dipandang sebagai komandan perang gurun paling jago. Di Normandia saat membendung sekutu, persiapan-persiapan bikinan Rommel termasuk kunci yang membuat sekutu tidak bisa melabrak cepat ke dalam negeri Jerman. Saat semua orang mengira sekutu akan mendarat di Calais (terdekat daratannya dengan Inggris), Rommel yakin bahwa sekutu akan mendarat di Normandia. Rommel juga yakin, bahwa Jerman perlu menyebarkan tank-tank-nya di dekat pantai, sementara jenderal-jenderal lain tetap ingin mengkonsentrasikan tank di pedalaman, dan terbukti, saat pendaratan terjadi, tank-tank yang di dekat pantailah yang berperan dalam pertahanan.

Aslinya dia prajurit infanteri, tapi, setelah melihat kiprah panser, dia cepat melihat potensinya, beradaptasi, dan meyakini bahwa panser itu jauh lebih prospektif. Lalu, dia juga cepat sekali melihat potensi angkatan udara, dan meyakini bahwa supremasi di udara adalah penentu mobilitas dan keunggulan, dan karena itu jadi penentu kemenangan juga, dan terbukti, memang demikian adanya. Ini salah satu bukti profesionalismenya yang banyak dikagumi orang.
Sepanjang berkiprah, Afrika korps tidak pernah didakwa melakukan kejahatan perang, dan ini juga menunjukkan idealisme ala Rommel, sisi profesionalisme yang lain. Tentara-tentara sekutu yang tertangkap, tidak ada yang disiksa di luar batas kemanusiaan. Kalau yang pas bates... lha, nggak tahu juga. Ada apa enggak? Lebih jauh lagi, sepanjang masa perang dan sebelumnya, Rommel yang suka mengabaikan perintah juga mengabaikan perintah untuk membunuh tentara-tentara komando yang tertangkap, dan dia juga mengabaikan perintah untuk membunuh orang-orang Yahudi, sipil dan militer, di area yang yang berada di bawah komandonya. Di ujung perang, saat sudah jelas betapa jahatnya Hitler, Rommel pun berani melibatkan diri dalam komplotan pendongkel Hitler (kalau benar dia ikut berkomplot). Walau gagal, toh pada ujungnya, bahkan Hitler sendiri, tetap menguburkan Rommel dengan penghormatan militer selengkapnya.

Di balik cerita ini, ada pelajaran.... Kalau benar-benar kita renungkan. Yang buruk janganlah ditiru, yang baik bisalah kita jadikan bahan untuk introspeksi, dalam kemampuan berpikir. Kelincahan mengambil posisi. Kecepatan beradaptasi. Kepemimpinan. Memberi contoh. Keteguhan hati. Antusiasme. Keberanian. Kreatifitas. Idealisme. Profesionalisme. Dan tiap-tiap kita adalah pemimpin (skala besar, maupun skala kecil). Iya kan?
Kalau orang bersikap amat profesional karena bekerja di Singapore yang serba tertib, atau di Jepang di masa sekarang yang amat well-organized, atau di Citibank, atau di Telkom, mondoknya di Bandung terus lagi,... apa anehnya? Tapi,... tetap profesional sementara berada di kubu paling anarki sedunia seperti tentara Nazi,... di tengah krisis kemanusiaan, bunuh-bunuhan yang luar biasa sebesar perang dunia itu... waduh... nggak banyak yang bisa.
Rommel sama sekali bukanlah ulama besar atau seperti seorang nabi, kenakalannya banyak juga, tapi tetap ada hal-hal positif yang bisa dicuplik. Kalau tidak, manalah mungkin Amerika dan Inggris, bekas musuh besarnya, memitoskan Rommel sampai seperti itu dan bahkan membikinkan museum? 

 Sumber utama dari Wikipedia dan Channel4.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen Dulu Gan^^