Artikel ini saya ambil dari catatan kenalan yang sempat berkunjung selama seminggu di Kendari ini
DARI sedikit kota-kota yang pernah saya jelajahi, barangkali hanya di Kota Kendari dan Ternate, yang menyajikan karaoke di dalam tenda seperti pedagang kaki lima. Jika berkunjung ke Ternate, maka pemandangan karaoke tenda itu bisa kita temukan di Jalan Boulevard, maka di Kendari, bisa ditemukan di Kendari Beach, depan hotel yang konon katanya pernah dimiliki oleh pengusaha Tomy Winata. Dari segi jumlah, karaoke tenda di Kendari masih jauh lebih banyak dibanding yang ada di Ternate.
Di Jakarta, Makassar, dan beberapa kota besar lainnya, karaoke adalah aktivitas yang dilakukan dalam gedung yang eksklusif dan dikelola sebagai bisnis hiburan yang cukup menguntungkan. Namanya juga keren-keren, misalnya Rumah Bernyanyi, Happy Puff, Naff, atau nama lain yang menghindarkan kesan negatif. Segmentasi rumah karaoke seperti ini adalah semua anggota keluarga, mulai dari ayah, ibu hingga anak-anak. Jika berkunjung ke rumah karaoke seperti ini, kita bisa menemukan berbagai lapisan usia di situ.
Namun di Kendari, jangan berharap akan menemukan karaoke seperti itu. Di sini, karaoke identik dengan sebuah rumah atau gedung yang di dalamnya ada kamar yang remang-remang, kemudian ada televisi yang menayangkan video klip dan ada seseorang yang bernyanyi, walau dengan suara yang fals dan asal-asalan. Karaoke juga identik dengan minuman bir, pekatnya asap rokok, serta musik yang berdentam-dentam. Di sini juga ada cewek dengan celana pendek atau rok mini –yang menampakkan kakinya yang putih seksi dan setiap saat bisa dijamah. Tahu sendirilah, cewek Kendari tersohor cantik-cantik dan berkulit bersih.
Biasanya, tempat karaoke seperti yang saya gambarkan di atas, tarifnya agak mahal. Kita mesti mengeluarkan uang sebesar Rp 45.000 untuk sebotol bir, Rp 50.000 untuk tarif cewek yang menemani. Itu belum termasuk tip yang kita berikan. Menurut seorang kawan yang saban malam ke tempat karaoke, ia bisa habiskan uang sampai Rp 500.000 dalam semalam. “Kalau saya sih, cuma minum sebotol bir udah mau mabuk. Tapi cewek yang saya temani, minumnya kayak minum air. Dalam sejam bisa habis empat botol bir,“ kata teman itu dengan bersungut-sungut. Berapapun yang diminum si cewek, semuanya harus anda bayar.
Nah, mahalnya tarif memasuki tempat karaoke, menimbulkan inspirasi untuk lahirnya karaoke tenda. Tarifnya tidak semahal memasuki kafe karaoke, namun soal rasa, tentunya sama saja. Tempatnya tidak keren sebab hanya sepetak dan berdekatan dengan penjual makanan. Namanya juga kaki lima, anda mesti setiap saat waspada, kalau-kalau ada kolega atau keluarga yang menyaksikan anda di situ. Sebab pembatasnya hanya berupa kain bekas spanduk yang hanya selebar satu meter. Kalau anda duduk di situ, kaki anda akan nampak dari luar.
Saat berkunjung ke Kendari, saya melihat di depan karaoke tenda itu, menunggu beberapa orang cewek dengan riasan yang agak menor dengan pakaian yang menampakkan keseksiannya. Saat melongkok ke karaoke itu, seorang cewek agak lama memperhatikan saya, kemudian datang. Fisiknya mengingatkan saya pada artis Sandra Dewi. Tinggi, putih, hidung mancung, dan mata sipit. Celananya super pendek hingga paha putihnya menyembul. Saya menahan napas.
“Hallo,” sapanya.
“Hallo juga,”
“Ingin masuk ke dalam dan mencoba barang satu atau dua lagu?” tanyanya lagi.
“Tidak. Saya cuma mau lihat-lihat saja,“
“Punya rokok?”
“Kebetulan, saya ada satu bungkus,”
“Hallo juga,”
“Ingin masuk ke dalam dan mencoba barang satu atau dua lagu?” tanyanya lagi.
“Tidak. Saya cuma mau lihat-lihat saja,“
“Punya rokok?”
“Kebetulan, saya ada satu bungkus,”
Saya lalu mengeluarkan rokok Sampoerna Mild, kemudian menyodorkannya. Ia mengambil tiga batang. Dua batang rokok dimasukkan dalam tasnya, sedang satu lagi langsung dibakarnya di situ. Ia menghembuskan asapnya langsung ke wajah saya. Saya agak terbatuk. Ia lalu tersenyum. Manis sekali.
Saya memandang ke sekeliling. Saya melihat karaoke tenda ini agak ramai juga dengan pengunjung. Dugaan saya, mereka sudah punya pelanggan tetap yakni mereka yang mencari hiburan yang murah-meriah. Di depan karaoke tenda itu, berjajar begitu banyak motor dari para pria yang mencari hiburan di situ. Di satu sudut yang agak remang-remang, dua orang sedang duduk berdempetan dan berpelukan. Mereka berciuman, dan tak peduli dengan pandangan saya yang tak lepas dari adegan itu.
“Sudah lama kerja di sini?” tanyaku
“Sekitar tiga bulan,” jawabnya dengan logat Kendari yang khas.
“Senang yaa?“
“Siapa sih yang senang kerja di tempat seperti ini,“
“Tapi kan penghasilannya lumayan,“ jawabku sok tahu.
“Ah siapa bilang. Di sini penghasilannya tidak tentu. Tergantung kalau lagi banyak pria yang mau booking. Kalau hanya dari karaoke, tidak seberapa,“ katanya.
“Mbak cantik. Pasti banyak yang mau,“ kataku
“Tidak juga kok. Buktinya, malam ini saya nganggur. Padahal, tarif saya tidak seberapa mahal.,“
“Kalau saya booking mbak, bayar berapa?“
“Yah, sesuai standar booking cewek di Kendari,”
“Berapa?”
“Standarnya Rp 400 ribu untuk short time,” katanya sambil menghembuskan asap rokok ke wajahku.
“Sekitar tiga bulan,” jawabnya dengan logat Kendari yang khas.
“Senang yaa?“
“Siapa sih yang senang kerja di tempat seperti ini,“
“Tapi kan penghasilannya lumayan,“ jawabku sok tahu.
“Ah siapa bilang. Di sini penghasilannya tidak tentu. Tergantung kalau lagi banyak pria yang mau booking. Kalau hanya dari karaoke, tidak seberapa,“ katanya.
“Mbak cantik. Pasti banyak yang mau,“ kataku
“Tidak juga kok. Buktinya, malam ini saya nganggur. Padahal, tarif saya tidak seberapa mahal.,“
“Kalau saya booking mbak, bayar berapa?“
“Yah, sesuai standar booking cewek di Kendari,”
“Berapa?”
“Standarnya Rp 400 ribu untuk short time,” katanya sambil menghembuskan asap rokok ke wajahku.
What?!! Rp 400 ribu untuk short time. Itu jauh kebih tinggi dari kerjaan saya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Enak betul dia sebab kerjanya hanya ngangkang dan setelah itu terima uang. Sementara saya harus ‘menjilat’, memanipulasi laporan keuangan, dan menyetor ke atasan. Saya termangu. Nampaknya ia paham kegalauan ini. Ia menatapku lurus, lalu menunduk, dan menyisir rambutnya dengan tangan. Saya bisa melihat leher yang jenjang dan agak putih itu dengan sedikit keringat di pori-pori kulitnya. Wajahnya benar-benar manis. Saya bimbang. Uang di kantong saya sebanyak Rp 1 juta. Apakah saya harus mem-bookingnya semalam? Tiba-tiba, ia menyilangkan kakinya. Paha putihnya nampak anggun.Duh.. kok begitu sulit saya menelan ludah ini?
Silahkan anda tanggapi sendiri.....
:: Catatan Pribadi ::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen Dulu Gan^^