Minggu, 04 September 2011

Teori Evolusi ala Darwin


Masih teringat samar pelajaran-pelajaran di waktu SD, SMP, maupun SMA yang membahas tentang manusia purba. Begitu pula dengan pelajaran Biologi yang begitu ribetnya menghapal jenis ordo, spesies, dan lain-lain. Senyatanya, ‘pengetahuan’ tersebut untuk menguak asal mula mahluk hidup. Well… Apakah memang betul manusia berasal dari kera ? Apakah betul ikan ber-evolusi menjadi hewan darat ? Perubahan dalam evolusi ini sejainya dihembuskan oleh paham Darwinian yang meyakini bahwa setiap spesies yang ada saat ini sesungguhnya bermula pada spesies terdahulu yang mengalami perubahan bentuk dalam proses evolusi yang panjang akibat kemampuan atau ketahanan dalam menyesuaikan diri (dengan lingkungan).






Telah seringkali terjadi perdebatan mengenai kebenaran atau kesesatan teori evolusi Darwin. Saya sendiri, sebagai seorang yang beragama, tentu lebih mempercayai kitab saya (Al Quran) ketimbang Darwin yang saya temukan semakin tak berdasar. Beberapa orang malah mengatakan bahwa dogma agama dan paham Darwin tak memiliki hubungan. Bagaimana mungkin ? Padahal jelas-jelas bertentangan. Sebagian mengaku tak sependapat (pula) dengan Darwin. Namun mereka pun masih menghapal dengan penuh keyakinan jenis-jenis manusia purba jaman dulu. Memang bukan salah mereka. Andainya pun memang benar bahwa teori Darwin adalah kesalahan besar, tapi propagandanya sukses besar dalam mendogma melalui buku-buku pelajaran yang tak pernah diganti bahannya, pada generasi-generasi selanjutnya yang hingga beranak-pinak.
Sebuah kesalahan memang wajib diluruskan. Saya hanya sekedar berbagi pencerahan, semoga Engkau tidak makin tersesat mengetahui sejatinya diri.




Latar belakang saya membuat catatan ini sesungguhnya berawal dari setelah membaca beberapa karya Harun Yahya – yang memang sangat menentang paham Darwinisme.
Dengan mengungkapkan beberapa bukti empiris; semisal kronologi teori Big Bang vs teori steady-state yang dipelopori oleh kaum materialis – ateis, serta beberapa kajian pemahaman terhadap penciptaan mahluk dan jagat raya, Harun Yahya mencoba untuk mematahkan teori evolusi Darwin dengan caranya yang telak.
Bagaimana mungkin manusia bermula dari seekor kera ? Apakah hanya karena memiliki sedikit kesamaan bentuk ? Harun Yahya sendiri menyebut pemikiran seperti ini sebagai sebuah khayalan yang mengada-ada.
Baiklah, supaya keyakinanmu lebih jelas dan mantap, saya sertakan saja beberapa cuplikan dari tulisan Harun Yahya yang begitu gamblang memberi penjelasan dan argumentasi.




Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa manusia modern dewasa ini merupakan hasil evolusi dari makhluk yang menyerupai kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa bentuk transisi antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat kategori dasar:
 

1. Australopithecus
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Para ahli evolusi menyebut apa yang dinamakan sebagai nenek moyang manusia pertama yang menyerupai monyet sebagai Australopithecus yang artinya ‘Monyet Afrika Selatan’. Makhluk hidup ini sesungguhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel Australopithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa Australopithecustersebut merupakan spesies monyet biasa yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.


Para ahli evolusi mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai ‘homo’, yakni manusia. Menurut pernyataan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejumlah Homo lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah mengembangkan skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini dengan mengatakan bahwa mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens sesungguhnya terputus.


Dengan membuat pembagian mata rantai seperti Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo sapiens, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli paleoantropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama. Di samping itu, segmen manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.


Situasi ini seolah-olah menunjukkan keabsahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould, menjelaskan kebuntuan teori evolusi meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi:


Apa yang menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus,australopithecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menunjukkan kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.Pendek kata, pandangan tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai gambaran makhluk separuh manusia, separuh kera yang muncul di media dan buku pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanyalah dongeng yang tidak memiliki landasan ilmiah.


Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmuwan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga cabang famili seperti itu antara makhluk yang menyerupai kera dengan manusia.Zuckerman juga membuat sebuah spektrum ilmu pengetahuan yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum ilmu pengetahuan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling ilmiah, yakni yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengetahuan adalah kimia dan fisika. Setelah keduanya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial.Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling tidak ilmiah adalah konsep persepsi di luar panca indera seperti telepati dan indera keenam, dan akhirnya evolusi manusia. Zuckerman menjelaskan alasannya: Kemudian kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin dan bagi orang yang sangat mempercayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat mempercayai beberapa hal yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.


Dongeng tentang evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang menganut teori ini dengan membabi buta.


Juga pada tulisannya yang lain :


Teori evolusi, sebagaimana yang diketahui, mengklaim bahwa senyawa-senyawa kimia inorganik, dengan sendirinya datang bersama-sama pada suatu tempat dan waktu secara kebetulan dan sebagai akibat dari fenomena alam yang terjadi secara acak. Mula-mula senyawa-senyawa ini membentuk molekul pembentuk kehidupan, seterusnya terjadi rentetan peristiwa yang pada akhirnya membentuk kehidupan. Oleh sebab itu, pada intinya anggapan ini menerima waktu, materi tak hidup dan unsur kebetulan sebagai kekuatan yang memiliki daya cipta. Orang biasa yang sempat membaca dan mengerti literatur teori evolusi, paham bahwa inilah yang menjadi dasar klaim kaum evolusionis. Tidak mengherankan jika Pierre Paul Grassé, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui evolusi sebagai teori yang tidak masuk akal. Dia mengatakan apa arti dari konsep “kebetulan” bagi para evolusionis:
“…’[Konsep] kebetulan’ seolah telah menjadi sumber keyakinan [yang sangat dipercayai] di bawah kedok ateisme. Konsep yang tidak diberi nama ini secaradiam-diam telah disembah.” (Pierre Paul Grassé, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977, p.107)

Akan tetapi pernyataan bahwa kehidupan adalah produk samping yang terjadi secara kebetulan dari senyawa yang terbentuk melalui proses yang melibatkan waktu, materi dan peristiwa kebetulan, adalah pernyataan yang tidak masuk akal dan tidak dapat diterima oleh mereka yang beriman akan adanya Allah sebagai satu-satunya Pencipta seluruh makhluk hidup. Kaum mukmin sudah sepatutnya merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat dari kepercayaan yang salah dan menyesatkan ini; serta mengingatkan akan bahayanya. Pernyataan tentang “adanya kebetulan” yang dikemukakan teori evolusi dibantah oleh ilmu pengetahuan.


Fakta lain yang patut mendapat perhatian khusus dalam hal ini adalah bahwa berbagai penemuan ilmiah ternyata malah sama sekali bertentangan dengan klaim-klaim kaum evolusionis yang mengatakan bahwa “kehidupan muncul sebagai akibat dari serentetan peristiwa kebetulan dan fenomena alamiah.” Ini dikarenakan dalam kehidupan terdapat banyak sekali contoh adanya rancangan (design) yang disengaja dengan bentuk yang sangat rumit dan telah sempurna. Bahkan sel pembentuk suatu makhluk hidup memiliki rancangan yang sangat menakjubkan yang dengan telak mematahkan konsep “kebetulan.”


Perancangan dan perencanaan yang luar biasa dalam kehidupan ini sudah pasti merupakan tanda-tanda penciptaan Allah yang khas dan tak tertandingi, serta ilmu dan kekuasaan-Nya yang Tak Terhingga. Usaha para evolusionis untuk menjelaskan asal-usul kehidupan dengan menggunakan konsep kebetulan telah dibantah oleh ilmu pengetahuan abad 20. Bahkan kini, di abad 21, mereka telah mengalami kekalahan telak.


Jadi, alasan mengapa mereka tetap saja menolak adanya penciptaan oleh Allah kendatipun telah melihat fakta ini adalah adanya keyakinan buta terhadap atheisme.



Allah tidak menciptakan makhluk hidup melalui proses evolusi


Oleh karena fakta yang menunjukkan adanya penciptaan atau rancangan yang disengaja pada kehidupan adalah nyata, satu-satunya pertanyaan yang masih tersisa adalah “melalui proses yang bagaimanakah makhluk hidup diciptakan.” Di sinilah letak kesalahpahaman yang terjadi di kalangan sejumlah kaum mukmin. Logika keliru yang mengatakan bahwa “Makhluk hidup mungkin saja diciptakan melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk lain” sebenarnya masih berkaitan dengan bagaimana proses terjadinya penciptaan makhluk hidup berlangsung.


Sungguh, jika Allah menghendaki, Dia bisa saja menciptakan makhluk hidup melalui proses evolusi yang berawal dari sebuah ketiadaan sebagaimana pernyataan di atas. Dan oleh karena ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa makhluk hidup berevolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, kita bisa mengatakan bahwa, “Allah menciptakan kehidupan melalui proses evolusi.” Misalnya, jika terdapat bukti bahwa reptil berevolusi menjadi burung, maka dapat kita katakan,”Allah merubah reptil menjadi burung dengan perintah-Nya “Kun (Jadilah)!”. Sehingga pada akhirnya kedua makhluk hidup ini masing-masing memililiki tubuh yang dipenuhi oleh contoh-contoh rancangan yang sempurna yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep kebetulan. Perubahan rancangan ini dari satu bentuk ke bentuk yang lain – jika hal ini memang benar-benar terjadi – akan sudah barang tentu bukti lain yang menunjukkan penciptaan.


Akan tetapi, yang terjadi ternyata bukan yang demikian. Bukti-bukti ilmiah (terutama catatan fosil dan anatomi perbandingan) justru menunjukkan hal yang sebaliknya: tidak dijumpai satu pun bukti di bumi yang menunjukkan proses evolusi pernah terjadi.


Catatan fosil dengan jelas menunjukkan bahwa spesies makhluk hidup yang berbeda tidak muncul di muka bumi dengan cara saling berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain. Tidak ada perubahan bentuk sedikit demi sedikit dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, spesies makhluk hidup yang berbeda satu sama lain muncul secara serentak dan tiba-tiba dalam bentuknya yang telah sempurna tanpa didahului oleh nenek moyang yang mirip dengan bentuk-bentuk mereka. Burung bukanlah hasil evolusi dari reptil, dan ikan tidak berevolusi menjadi hewan darat. Tiap-tiap filum makhluk hidup diciptakan masing-masing secara terpisah dengan ciri-cirinya yang khas. Bahkan para evolusionis yang paling terkemuka sekalipun telah terpaksa menerima kenyataan tersebut dan mengakui bahwa hal ini membuktikan adanya fakta penciptaan. Misalnya, seorang ahli palaentologi yang juga seorang evolusionis, Mark Czarnecki mengaku sebagaimana berikut:


“Masalah utama yang menjadi kendala dalam pembuktian teori evolusi adalah catatan fosil; yakni sisa-sisa peninggalan spesies punah yang terawetkan dalam lapisan-lapisan geologis Bumi. Catatan [fosil] ini belum pernah menunjukkan bukti-bukti adanya bentuk-bentuk transisi antara yang diramalkan Darwin – sebaliknya spesies [makhluk hidup] muncul dan punah secara tiba-tiba, dan keanehan ini telah memperkuat argumentasi kreasionis [=mereka yang mendukung penciptaan] yang mengatakan bahwa tiap spesies diciptakan oleh Tuhan (Mark Czarnecki, “The Revival of the CreationistCrusade”, MacLean’s, 19 January 1981, p. 56)

Khususnya selama lima puluh tahun terakhir, perkembangan di berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti palaentologi, mikrobiologi, genetika dan anatomi perbandingan, dan berbagai penemuan menunjukkan bahwa teori evolusi tidak lah benar. Sebaliknya makhluk hidup muncul di muka bumi secara tiba-tiba dalam bentuknya yang telah beraneka ragam dan sempurna. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Allah menggunakan proses evolusi dalam penciptaan. Allah telah menciptakan setiap makhluk hidup masing-masing secara khusus dan terpisah, dan pada saat yang sama, dengan perintah-Nya “Kun (Jadilah)!” Dan ini adalah sebuah fakta yang nyata dan pasti.
Nah, masih tetep keukeuh dengan teori evolusi Darwin, kawan ? Masih kah engkau menganggap bahwa penciptaanmu adalah suatu kebetulan semata ? atau sekedar keisengan Tuhan ?
Monggo direnungi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen Dulu Gan^^